Selasa, 03 Desember 2013

Sebagai intelektual dan aktivis, hampir 50 tahun dari usianya didedikasikan untuk mendokumentasi gerakan mahasiswa Islam. Beliau adalah "Sejarah Berjalan" HMI.

Prof Dr H Agussalim Sitompul, Guru Besar di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogjakarta, kini sudah berusia 70 tahun. Siang kemarin (02 Sep 2012), beliau menerima kunjungan silaturahim dari salah satu kader terbaik HMI, Anas Urbaningrum, yang juga mantan Ketua PB HMI periode 1997-1999.
Banyak hal penting muncul dalam silaturahim senior-yunior ini. Terutama, tentang perkembangan organisasi mahasiswa hijau-hitam: Himpunan Mahasiswa Islam.
Melalui akun @anasurbaningrum di jejaring sosial twitter dengan tagar (tanda pagar) #agussalimsitompul, Ketua Umum Partai Demokrat ini menyampaikannya untuk seluruh elemen bangsa. Inilah catatan lengkapnya:
Alhamdulillah, baru silaturrahim dng senior Prof Agussalim Sitompul di Depok Sleman.
Inilah senior Agussalim Sitompul, 70 tahun. Semangatnya tetap menyala.
Di rumahnya ada ruangan khusus "Pusat Dokumentasi HMI". Inilah yang terlengkap di Indonesia.
Selain menulis dan mendokumentasi, konsern besar Bang Agus adalah perkaderan.
Bang Agus punya pengalaman panjang tentang perkaderan HMI.  Tidak kurang dari 50 tahun. Jadi bisa menilai dan membandingkan.
Bahkan dalam kondisi sekarang yang kurang sehat, masih siap memberikan materi pada berbagai training di banyak daerah.
Bang Agus cerita akan ke Sidempuan untuk sebuah agenda dan Intermediate Training. Hebat!
Sudah banyak sekali buku dan kader yang lahir dan sentuhan komitmen dan dedikasinya.
Komitmennya terhadao training (perkaderan) sama tinggi dengan mengajar di kampusnya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Selama 35 tahun mengajar di kampusnya, hanya 6 kali absen dan itu digantinya di kesempatan berikutnya.
Menurut penilaiannya yang argumentatif, perkaderan hijauhitam mengalami degradasi serius.
Penilaian itu berdasarkan pengalamannya selama 50 tahun, atau disebutnya sebagai 3 jaman.
Kondisi itu harus diperbaiki. Karena perkaderan adalah "nyawanya" HMI. Perkaderan yang berkualitas adalah kuncinya.
Bang Agus mengusulkan Lokakarya Perkaderan untuk membedah dan merumuskan sistem perkaderan bermutu dan kontekstual.
Apa yang dipikirkan dan diusulkannya bukan hanya bagus, tetapi jelas-jelas strategis dan mendesak.
Perkaderan adalah "mata air" kehidupan organisasi kader. Mata air harus tetap mengalir jernih, cukup dan bermutu.
Semoga Bang Agus terus sehat dan berkiprah untuk kemajuan himpunan, umat dan bangsa. Panjang umur dan produktif.
Terlalu banyak keunggulan Bang Agus. Sebagian adalah konsistensi, dedikasi dan ketelatenan.
Salam dari beliau untuk @ferrymbaldan, @kholismalik, @aripmust dan para sahabat yg lain.

Catatan redaksi: Prof Dr Agus Salim Sitompul memang layak digelari "sejarah berjalan" HMI. Paling tidak, ada 10 buku karya beliau tentang gerakan HMI sejak didirikan di Yogjakarta.
Buku-buku tersebut, yaitu: Sejarah Perjuangan HMI (1947-1975), HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta: Antara
Antara Impian dan Kenyataan, Histiografi HMI (1947-1997), Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, Citra HMI, Kohati Dalam Sejarah (1966-1984), 44 Indikator Kemunduran HMI, Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI, HMI Mengayuh diantara Cita dan Kritik, Menyatu dengan Ummat Menyatu dengan Bangsa, Pemikiran Keislaman Keindonesiaan, Usaha-Usaha Mendirikan Negara Islam Dan pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia.

Di antara pemikiran Prof Dr H Agussalim Sitompul, ada yang paling menonjol dan menjadi rujukan sejarah kontekstual HMI. Yaitu, tentang fase kesejarahan HMI dalam interaksinya dengan umat dan bangsa.
Prof Dr H Agussalim Sitompul, membagi kesejarahan HMI dalam lima zaman perjalanan HMI dan 10 fase perjuangan, yakni:
Pertama, zaman perang kemerdekaan dan masa kemerdekaan (1946-1949) yang dibagi dalam fase konsolidasi spiritual dan proses berdirinya HMI (November 1946-5 Februari 1947), fase berdiri dan pengokohan (5 Februari-30 November 1947), dan fase perjuangan bersenjata dan perang kemerdekaan, dan menghadapi pengkhianatan dan pemberontakan PKI I (1947-1949).
Kedua, zaman liberal (1950-1959). Pada masa ini HMI sibuk membina dan membangun dirinya sehingga menjadi organisasi yang solid dan tumbuh membesar. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Ketiga, zaman organisasi terpimpin atau zaman Orde Lama (1950-1965). Zaman ini dibagi dua fase, yakni fase pembinaan dan pengembangan organisasi (1950-1963), dan fase tantangan I (1964-1965). Pada fase tantangan I, HMI menghadapi upaya pembubaran oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihadapi HMI dengan strategi PKI (Pengamanan, Konsolidasi, dan Integrasi). Pada masa ini juga Ketua HMI, Mar’ie Muhammad pada 25 Oktober 1965 berinisiatif mendirikan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia).
Keempat, zaman Orde Baru (1966-1998). Zaman ini dibagi ke dalam fase kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan 66 (1966-1968), fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969-sekarang), dan fase pergolakan dan pembaruan pemikiran (1970-1998) yang ”gong”-nya dilakukan Nurcholish Madjid (Ketua Umum PB HMI ketika itu) dengan menyampaikan pidatonya dengan topik
Keharusan Pembaruan Pemikiran dalam Islam dan Masalah Integrasi Umat” tahun 1970 di Taman Ismail Marzuki.
Kelima, zaman reformasi (1998 – sekarang). Zaman ini dibagi dalam fase reformasi (1998-2000) dan fase tantangan II (2000-sekarang). Dalam fase tantangan II HMI dituntut dapat terus eksis meskipun alumninya banyak tertimpa musibah dan HMI digerogoti berbagai macam permasalahan termasuk konflik internal yang di tingkat PB HMI sempat menimbulkan dua kali dualisme kepemimpinan.[AnasUnited/dari berbagai sumber/foto oleh Anas Urbaningrum]

0 komentar:

Posting Komentar